Selasa, 20 Desember 2016

Kawasan Pasir Mendit : Ekowisata Berbasis Konservasi Bakau (Part 1)

Sosok Sang Konservator 


Namanya Lengkapnya Warso Suwito. Namun, beliau kerap dipanggal Mbak Warso atau Pak Wito. Sosoknya begitu bersahaja, jauh dari publisitas. Ramah dan terbuka terhadap siapa saja yang ingin belajar. Siapa sangka bapak dua anak yang pernah bekerja serabutan tersebut adalah kader konservasi terbaik Kementrian Kehutanan tahun 2014. Selain itu, beliau juga terpilih sebagai juara pertama kader konservasi dari pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Mbah Warso adalah sosok yang dekat dengan semua kalangan. Mulai dari pejabat pemerintahan, Pelaku industri, LSM, aktivis lingkungan hidup, hingga mahasiswa. Hampir semua kampus yang ada di Jogja pernah menyambangi Pasir Mendit. Ya, apalagi kalau bukan untuk riset dan juga aksi tanam bakau. 


Pasir mendit adalah sebuah desa yang letaknya di Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo dan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo. Pasir Mendit termasuk kawasan konservasi bakau. Tak jauh dari sana kita bisa menikmati panorama Pantai Pasir mendit juga kelezatan udang vaname. 

Dapat dikatakan kawasan bakau Pasir Mendit adalah kawasan bakau terbaik dan terluas di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada bebera jenis bakau yang tumbuh di kawasan tersebut. Sebut saja Avicennia alba, Bruguiera cylindrica, Rhizophira mucronata, dan lain-lain. Selain bakau, vegetasi yang lain meliputi nipah, cemara udang, kelapa, dan masih banyak lagi. 

Perjuangan Mbak Warso tidak dibilang mudah. Ketika saya dan rekan saya Feri Nugroho berkunjung ke Pasir Mendit, Mbak Warso bercerita kepada kami bahwasanya beliau merintis semua ini benar-benar dari nol. Tanpa dukungan finansial yang memadai. Segalanya dilakukan secara swadana bersama beberapa rekannya. Pada tahun 2009 Mbak warso bersama 10 orang lainnya mendirikan Kelompok Tani Pelestari Mangrove dan Pesisir Pantai ‘Wana Tirta.’ Pelan tapi pasti, usaha mereka di bidang konservasi bakau tersebut mendapat perhatian dari berbagai kalangan (pemerintah daerah, sejumlah LSM, komunitas, BUMN dan instansi swasta serta civitas akademika). Dukungan pun kian mengalir.
Berdasarkan penuturan beliau, Yayasan Damar adalah salah satu LSM yang mendukung penuh upaya ini. Selain membantu menyediakan bibit dalam aksi tanam bakau, yayasan tersebut membantu dalam hal legalitas dan edukasi bakau kepada masyarakat. Beberapa perusahaan memanfaatkan dana CSR (Corporate Social Responsibilty) mereka dalam bentuk uang tunai maupun penyediaan bibit bakau untuk mendukung kegiatan di Pasir Mendit. Beberapa perusahaan tersebut di antaranya BRI, Kompas, dan Jogjatronik.

Kampus saya, melalui Hima Biologi UNY di awal tahun 2015 pernah menjadi bagian dalam aksi tanam bakau. Saya pun terlibat dalam aksi tersebut. Pasir Mendit merupakan lokasi yang cocok untuk penelitian di bidang lingkungan hidup dan konservasi. Selain UNY, Mahasiswa yang sering mengadakan penelitian di sini kebanyakan dari UGM dan juga Instiper.

Dengan mengenakan kaos biru, celana pendek, dan kaki telanjang, Mbah Warso mengajak saya dan Fery berkeliling di sekitar hutan bakau. Hutan tersebut kelak akan dijadikan wisata edukasi berbasis konservasi bakau. Para peserta yang ikut dalam tur akan diajari bagaimana pembibitan bakau, pengenalan manfaat bakau bagi kehidupan pesisir pantai, serta belajar jenis-jenis vegetasi bakau yang ada di pesisir pantai Pasir Mendit.

Mbah Warso justru berharap banyak anak muda yang datang kemari. Terutama anak usia sekolah. Mbah warso ingin mengajak anak-anak muda tersebut agar mencintai lingkungan dan menjaga ekosistem yang ada. Beliau prihatin pada kasus pengrusakan taman bunga amaryllis di Gunung Kidul beberapa waktu silam. Dunia maya pun mengutuk aksi pengrusakan yang dilakukan oleh generasi selfie dan grupie yang tidak bertanggung jawab tersebut. Mbah Warso berharap edukasi sedini mengkin agar mencintai lingkungan dan alam mampu meminimalisasi kasus-kasus seperti itu.

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar